Terkadang,
aku berpikir tentang arti pertemanan. Atau jika hubungan itu lebih erat lagi,
persahabatan.
Suatu
hubungan tanpa adanya pertalian darah, namun terkadang bisa lebih dekat lagi
dibandingkan saudara sekandung.
Siapa
temanmu? Siapakah orang-orang yang benar-benar
temanmu?
Orang-orang
yang ada untukmu, terlepas seperti apapun dirimu dan kondisimu. Tanpa mementingkan
agama, suku, ras, bahasa dan bangsa.
Orang-orang
yang tidak sekedar berkata ‘aku peduli’, tapi orang-orang yang memang peduli
padamu. Orang-orang yang selalu melakukan hal-hal yang terlihat kecil, tetapi
begitu kau menghayati lebih dalam, tindakan-tindakan itu begitu besar.
Sekedar
sapaan selamat pagi atau menanyakan kabarmu, sudah memberi kesan tersendiri.
Mereka
yang mau mengerti keadaanmu. Biarpun mereka tidak merasakan, mereka mengerti
kesedihan atau kebahagiaannya.
Mereka
yang tidak merasa sayang untuk menghabiskan waktu barang beberapa jam untukmu;
mereka yang mampu menyemangati jiwamu disaat kau lelah terhadap keadaan.
Beberapa
orang menemukan orang lain yang bisa mereka sebut sahabat seumur hidup.
Beberapa bersahabat dengan dirinya sendiri.
Apakah
itu salah mereka?
Tidak,
tentu saja tidak.
Merekalah
korban dari orang-orang yang membatasi persahabatan.
Orang-orang
yang bersahabat hanya dengan yang mereka rasa ‘sama dan cocok’ dengan mereka.
Mereka yang membuat garis pemisah.
Mereka
yang membuat orang lain merasa asing ketika berada di sekitar mereka. Mereka
yang tidak mengerti cara menjaga perasaan orang lain yang bukan ‘sahabat dekat’
mereka.
Aku
membaca banyak buku tentang persahabatan. Orang-orang yang seandainya
benar-benar ada di dunia, maka tidak akan ada orang-orang yang tertinggal
sendirian.
Sesulit
itukah mengulurkan tangan dan berkata ‘mari, ikut kami juga’?
Kenapa
tangan itu terulur hanya bagi orang-orang yang ‘sama’ dengan kalian?
No comments:
Post a Comment